Wednesday, 23 November 2011

The Deterrence: Strategi Penjeraan Dalam Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas

Hubungan antara ketegasan tindakan kepolisian dan pelanggaran hukum diterangkan oleh deterrence theory (teori kejeraan). Pendukung teori ini menyatakan bahwa tingkat perkembangan suatu jenis kejahatan berbanding terbalik dengan kecepatan, kepastian, dan berat ringannya penghukuman atas kejahatan tersebut. Disini hukuman tidak hanya mencakup hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dalam sidang pengadilan (substantial punishment), tetapi juga keseluruhan proses penegakan hukum sebelum keputusan pengadilan yang menimbulkan beban bagi tersangka atau terdakwa (prosedural punishment) (Gibbs 1975:101)[1]. Sebagai contoh, keputusan yang diambil oleh seorang Polisi lalu lintas untuk mewajibkan hadir di sidang pengadilan setiap Tersangka yang melakukan pelanggaran “menerobos lampu Merah, “tidak menggunakan helm”, dan “tidak menggunakan sabuk pengaman” dapat dipandang sebagai penghukuman prosedur.
Model-model penjeraan telah menjadi basis bagi program keselamatan lalu lintas dalam tahun-tahun terakhir ini. Penekanannya bukan terhadap penangkapan pelanggar tetapi membuat orang takut untuk melakukan atau melakukan kembali.
Pendekatan ini tidak begitu populer di lingkungan operasional kepolisian karena secara tradisional tugas polisi adalah menangkap orang-orang jahat tetapi bukan untuk membuat takut para pelaku, tetapi perubahan etos kerja kepada pendekatan penjeraan ini baru mulai populer di beberapa organisasi kepolisian. Kekuatan dari efek jera dipengaruhi oleh persepsi para pengguna jalan atas situasi yang berkaitan dengan ancaman hukum yang ditegaskan dalam konteks membuat orang takut akan konsekuensi dan takut atas tindakan.

Di negara-negara maju, penegakan hukum lalu lintas telah menjadi bidang yang dilaksanakan oleh petugas-petugas khusus yang sangat terlatih yang tugasnya adalah semata-mata mencegah kecelakaan di jalan dan memelihara arus lalu lintas yang lancar dan tertib. Tetapi di Indonesia sebagaian  besar polisi lalu lintasnya belum terlatih  dan tidak dilengkapi dengan peralatan dan perencanaan yang matang.
Penegakan hukum dapat terlaksana secara baik dan efisien jika dilengkapi dengan peralatan dan kendaraan modern yang memadai. Jika di jalan yang ditunggui polisi saja ditemukan kecelakaan sebanyak yang diutarakan sebelumnya, di jalan yang tidak ditunggui polisi tentu akan dapat ditemukan kecelakaan yang lebih banyak lagi.


[1] Farouk Muhammad, op.cit., hlm. 46

No comments:

Post a Comment